Sejarah Perkembangan Koperasi di Indonesia
Koperasi
memang lahir dari penderitaan. Di Indonesia pun koperasi ini lahir sebagai
usaha memperbaiki ekonomi masyarakat yang ditindas oleh penjajah pada masa itu.
Untuk
mengetahui perkembangan koperasi di Indonesia, sejarah perkembangan koperasi
Indonesia secara garis besar dapat dibagi dalam “ dua masa ”, yaitu masa
penjajahan dan masa kemerdekaan.
Masa Penjajahan
Di masa
penjajahan Belanda, gerakan koperasi pertama di Indonesia lahir dari inisatif
tokoh R. A. Wiriaatmadja pada tahun 1986. Wiriaatmadja, patih Purwokerto (
Banyumas ) ini berjasa menolong para pegawai, pedagang kecil dan petani dari
hisapan lintah darat melalui koperasi. Gerakan koperasi semakin meluas
bersamaan dengan munculnya pergerakan nasional menentang penjajahan. Berdirinya
Boedi Oetomo, pada tahun 1908 mencoba memajukan koperasi rumah tangga (
koperasi konsumsi ). usaha koperasi dilanjutkan oleh Indonesische Studie Club
yang kemudian menjadi Persatuan Bangsa Indonesia ( PBI ) di Surabaya. Partaui
Nasional Indonesia ( PNI ) di dalam kongresnya di Jakarta berusah menggelorakan
semangat kooperasi sehuingga kongres ini sering juga disebut “ kongres koperasi
”.
Pergerakan
koperasi selam penjajahan Belanda tidak dapat berjalan lancer. Pemerintah Belanda
selalu berusaha menghalanginya, baik secara langsug maupun tidak langsung.
Selain itu, kesadaran masyarakat atas koperasi sangat rendah akibat penderitaan
yang dialaminya. Untuk membatasi laju perkembangan koperasi, pemerintah Belanda
mengeluarkan peraturan koperasi Besluit 7 April No. 431 tahun 1915. Berdasarkan
peraturan ini rakyat tidak mungkin mendirikan koperasi karena :
1.
mendirikan koperasi harus mendapat izin dari gubernur jenderal
2.
akta dibuat dengan perantaraan notaris dan dalam bahasa Belanda
3.
ongkos materai sebesar 50 golden
4.
hak tanah harus menurut hukum Eropa
5.
harus diumumkan di Javasche Courant yang biayanya juga tinggi
Peraturan
ini mengakibatkan munculnya reaksi dari kaum pergerakan nasional dan para
penganjurkoperasi. Oleh karena itu, pada tahun 1920 pemerintah Belanda
membentuk “ Panitia Koperasi ” yang diketuai oleh J. H. Boeke. Panitia ini
ditugasi untuk meneliti mengenai perlunya koperasi. Setahun kemudian, panitia
itu memberikan laporan bahwa koperasi perlu dikembangkan. Pada tahun 1927
pemerintah mengeluarkan peraturan No. 91 yang lebih ringan dari perturan 1915.
isi peraturan No. 91 antara lain :
1.
akta tidak perlu dengan perantaraan notaries, tetapi cukup
didaftarkan pada Penasehat Urusan Kredit Rakyat dan Koperasi serta dapat
ditulis dalam bahasa daerah
2.
ongkos materai 3 golden
3.
hak tanah dapat menurut hukum adat
4.
berlaku untuk orang Indonesia asli, yang mempunyai hak badan
hukum secara adat
Dengan
keluarnya peraturan ini, gerakan koperasi mulai tumbuh kemabli. Pada tahun
1932, Partai Nasional Indonesia mengadakan kongres koperasi di Jakarta. Pada
tahun 1933, pemerintah Belanda mengeluarkan lagi peraturan No. 108 sebagai
pengganti peraturan yang dikeluarkan pada tahun 1915. Peraturan ini merupakan
salinan dari peraturan koperasi Belanda tahun1925, sehingga tidak cocok dan
sukar dilaksanakan oleh rakyat. Pada masa penjajahan Jepang, koperasi mengalami
nasib yang lebih buruk. Kamntor Pusat Jawatan Koperasi diganti oleh pemerintah
Jepang menjadi Syomin Kumiai Cou Jomusyo dan Kantor Daerah diganti menjadi
Syomin Kumiai Saodandyo. Kumiai yaitu koperasi model Jepang, mula-mula bertugas
untuk mendistribusikan barang-barang kebutuhan rakyat. Hal ini hanya alat dari
Jepang untuk mengumpulkan hasil bumi dan barang-barang kebutuhan untuk Jepang.
Walau hanya berlangsung selama 3,5 tahun tetapi rakyat Indonesia mengallami
penderitaan yang jauh lebih dahsyat. Jadi, dalam masa penjajahan Jepang
koperasi Indonesia dapat dikatakan mati.
Masa
Kemerdekaan
Setelah bangsa Indonesia merdeka, pemerintah dan seluruh rakyat segera menata
kembali kehidupan ekonomi. Sesuai dengan tuntutan UUD 1945 pasal 33,
perekonomian Indonesia harus didasrkan pada asas kekeluargaan. Dengan demikian,
kehadiran dan peranan koperasi di dalam perekonomian nasional Indonesia telah
mempunyai dasar konstitusi yang kuat. Di masa kemerdekaan, koperasi bukan lagi
sebagai reaksi atas penderitaan akibat penjajahan, koperasi menjadi usaha
bersama untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup yang didasarkan pada
asas kekeluargaan. Hal ini sangat sesuai dengan cirri khas bangsa Indonesia,
yaitu gotong royong.
Pada
awal kemerdekaan, koperasi berfungsi untuk mendistribusikan keperluan
masyarakat sehari-hari di bawah Jawatan Koperasi, Kementerian Kemakmuran. Pada
tahun 1946, berdasarkan hasil pendaftaran secara sukarela yang dilakukan
Jawatan Koperasi terdapat sebanyak 2.500 buah koperasi. Koperasi pada saat itu
dapat berkembang secara pesat.
Namun
karena sistem pemerintahan yang berubah-ubah maka terjadi titik kehancuran
koperasi Indonesia menjelang pemberontakan G30S / PKI. Partai-partai
memenfaatkan koperasi untuk kepentingan partainya, bahkan ada yang menjadikan
koperasi sebagai alat pemerasan rakyat untuk memperkaya diri sendiri, yang
dapat merugikan koperasi sehingga masyarakat kehilangan kepercayaannya dan
takut menjadi anggota koperasi.
Pembangunan
baru dapat dilaksanakan setelah pemerintah berhasil menumpas pemberontakan G30S
/ PKI. Pemerintah bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen. Kehadiran dan peranan koperasi dalam perekonomian nasional
merupakan pelaksanaan amanat penderitaan rakyat. Masa pasca kemerdekaan memang
dapat dikatakan berkembang tetapi pada masa itu membuat perkembangan koperasi
berjalan lambat. Namun keadaannya sperti itu, pemerintah pada tahun 12 juli
1947 berhasil melangsungkan Kongres Koperasi I di Tasikmalaya, Jawa Barat.
Kongres
Koperasi I menghasilkan beberapa keputusan penting, antara lain :
1.
mendirikan sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia ( SOKRI
)
2.
menetapkan gotong royong sebagai asas koperasi
3.
menetapkan pada tanggal 12 Juli sebagai hari Koperasi
Akibat
tekanan dari berbagai pihak misalnya Agresi Belanda, keputusan Kongres Koperasi
I belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Namun, pada tanggal 12 Juli
1953, diadakanlah Kongres Koperasi II di Bandung, yang antara lain mengambil
putusan sebagai berikut :
1.
Membentuk Dewan Koperasi Indonesia ( Dekopin ) sebagai pengganti
SOKRI
2.
Menetapkan pendidikan koperasi sebagai salah satu mata pelajaran
di sekolah
3.
Mengangkat Moh. Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia
4.
Segera akan dibuat undang-undang koperasi yang baru
Hambatan-hambatan
bagi pertumbuhan koperasi antara lain disebabkan oleh hal-hal berikut :
1.
kesadaran masyarakat terhadap koperasi yang masih sangat rendah
2.
pengalaman masa lampau mengakibtakan masyarakat tetap merasa
curiga terhadap koperasi
3.
pengetahuan masyarakat mengenai koperasi masih sangat rendah
Untuk
melaksanakan program perkoperasian pemerintah mengadakan kebijakan antara lain
:
1.
menggiatkan pembangunan organisasi perekonomian rakyat terutama
koperasi
2.
memperluas pendidikan dan penerangan koperasi
3.
memberikan kredit kepada kaum produsen, baik di lapangan
industri maupun pertanian yang bermodal kecil
Organisasi
perekonomian rakyat terutama koperasi sangat perlu di perbaiki. Para pengusaha
dan petani ekononmi lemah sering kali menjadi hisapan kaum tengkulak dan lintah
darat. Cara membantu mereka adalah mendirikan koperasi di kalangan
mereka. Dengan demikian pemerintah dapat menyalurkan bantuan berupa kredit
melalui koperasi tersebut. Untuk menanamkan pengertian dan fubgsi koperasi di
kalangan masyarakat diadakan penerangan dan pendidikan kader-kader koperasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar